Pemanfaatan Bakteri
Rhizoplane dan Fungi Mikoriza
Arbuskula (FMA) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Jelutung 
(Dyera polyphylla Miq.
Steenis.)
Rifa’ Atunnisa
(E44050982)1, Dr. Ir. Irdika
Mansur, M. For. Sc2, Dr. Irnayuli R. Sitepu, SP. MCP3
Abstract Nontimber forest
products (NTFPs) represent sources of income from tropical forest, but some
NTFP species have decreased in population and become endangered due to
overexploitation. There is increasing concern that the planting stock of Dyera polyphylla is not sufficient to
sustain the yield of NFTPs. The beneficial root colonizing rhizosphere
bacteria, the so-called plant growth-promoting rhizobacteria have been known to
carry out many important ecosystem processes, such as those involved in the
nutrient cycling and/or seedling establishment. The roots of most plant species
associate with certain soil fungi and establish what are known as mycorrhiza.
The objective of this study was to determine the effect of two arbuscular
miycorrhizal (AMF) fungi, Glomus sp.,
Gigaspora sp. and thirteen strains of
rhizoplane bacteria (CK32, FL.13.2.1, JW1, JW6, JW9, JW13, JW14, CK26, CK4,
JW3a, SB, NT, CR.R1), on the early growth of D. polyphylla, under greenhouse condition. Percentage of AMF
colonization, plant growth, and nitrogen (N) and phosphorus (P) concentration
were measured after 150 days of planting. The results showed that the
percentage of AM colonization of D. polyphylla
was 100%. Colonization by Glomus sp.
significanly increased plant height by 18,95% and diameter by 16,16% compared
to those non AMF. Combination of bacterial and AMF inoculant between JW13 dan Glomus sp. increased shoot weight by as
much as 36,28% from control and increased N concentration by 69,59% compared
to those of non inoculate a seedlings. Combination of JW1 and Gigaspora sp. increased P concentration
by as much as 42,05% compared to those of non inoculate seedlings. Despite the
difficulty of selecting  a
multifunctional microbial consortia, appropriate microbial combinations can be recommended
for a biotechnological input related to improvement of plant performance. 
Pendahuluan
     Jelutung (Dyera
polyphylla Miq. Steenis.) merupakan jenis pohon dari famili Apocynaceae.
Kayu jelutung termasuk dalam kelas awet V, kayunya ringan dan lunak sehingga
mudah dikerjakan. Digunakan untuk papan lukis, pensil, korek api, bingkai, bahan
ukiran, mebel dan getahnya sebagai bahan baku pembuatan permen karet (Whitmore,
1972; Martawijaya et al, 1981).
     Seiring berjalannya waktu, potensi jenis
jelutung di hutan-hutan alam diduga semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh
penebangan pohon untuk dimanfaatkan kayunya, selain itu dikhawatirkan karena
banyaknya pohon yang rusak atau mati akibat praktek penyadapan getah yang tidak
sesuai dengan aturan. Sementara itu permudaan alam jenis jelutung ini sangat
jarang terjadi, sedangkan budidayanya belum pernah dilakukan untuk menjaga
kelestarian dan meningkatkan produksi baik getah maupun kayu jelutung. Oleh
karena itu usaha budidaya pohon jelutung perlu dilakukan. Sebagai tahap awal
dari upaya tersebut adalah pengadaan bibit yang berkualitas.
     Nitrogen adalah elemen penting bagi tanaman.
Nitrogen merupakan unsur yang paling biasa digunakan dalam program pemupukan,
karena jumlahnya yang diperlukan banyak (sebagai salah satu unsur makro),
mobilitasnya dalam sistem tinggi, dan proporsi nitrogen total yang tersedia
dalam tanah untuk digunakan tumbuhan kecil. Oleh karena itu, dalam prakteknya,
nitrogen yang dibutuhkan tanaman banyak terpenuhi oleh pupuk anorganik. Namun
pupuk anorganik dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan jika
terakumulasi secara terus menerus sehingga penggunaan biofertilizer sangat dianjurkan untuk mengurangi dampak negatif
dari penggunaan pupuk anorganik.
     Salah satu aplikasi dari penggunaan biofertilizer adalah aplikasi dari PGPR
(Plant Growth Promoting Rhizobacteria)
pada rizosfir tanaman. PGPR dapat diartikan sebagai keanekaragaman bakteri yang
sangat besar pada tanah dimana keberadaan bakteri-bakteri ini dapat
menstimulasi pertumbuhan tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut (Werner 2003).
     Mikoriza
merupakan hubungan yang saling menguntungkan antara cendawan dengan tumbuhan
tinggi.
Berdasarkan penelitian Sitepu (2007) telah
diidentifikasi sejumlah bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik dari hasil
screening PGPR pada tanaman Dipterocarpaceae. Dari beberapa bakteri fiksasi
nitrogen nonsimbiotik ini perlu dilakukan pengujian lebih lanjut, sehingga
keefektifan dari isolat-isolat bakteri yang telah ditemukan tersebut dapat
diketahui dengan jelas. 
Bahan
dan Metode 
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober
2008 - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Kaca Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan Bogor.
Persiapan media semai dan media
sapih
     Media semai yang digunakan
untuk benih jelutung adalah campuran tanah, sekam, dan zeolit  dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Sebelum media
digunakan, tanah dan pasir harus diayak terlebih dahulu dengan menggunakan
ayakan  dengan tujuan untuk mendapatkan
butiran yang halus dan memisahkan kotoran dari media tersebut. 
Persiapan semai
     Sebelum disemaikan buah jelutung dijemur kurang lebih selam 2 hari
sampai buah merekah dan bijinya tampak. Setelah itu biji dibersihkan dari
sayapnya dan ditabur dalam media kecambah yang telah dipersiapkan. Bak kecambah
disiram secukupnya sesuai dengan kebutuhan untuk tetap menjaga kelembaban media
perakaran.
Perbanyakan isolat bakteri 
     Sebanyak 13 isolat bakteri
diperbanyak dengan menggunakan media Nutrient
Broth
yang dibuat berkadar 10%. Kemudian Erlenmeyer yang berisi media Nutrient Broth
dibungkus bagian lehernya dengan alumunium foil untuk disterilisasi dengan cara
dimasukkan dalam autoclave dengan suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 20
menit. isolat bakteri yang sudah dimurnikan diinokulasikan ke dalam media
Nutrient Broth dengan menggunakan jarum ose. Kegiatan ini dilakukan di dalam Laminar
Air Flow Cabinet untuk menghindari kontaminasi. Media yang sudah
diinokulasi bakteri kemudian diletakkan di atas shaker 80 rpm selama 48
jam. Pertumbuhan bakteri dapat diketahui dengan melihat keruhnya media Nutrient
Broth pada Erlenmeyer.
Pembuatan larutan isolat bakteri
     Media
cair hasil perbanyakan bakteri kemudian dituangkan ke dalam tabung Centrifuges. Setelah dituang, media cair
hasil perbanyakan diendapkan dengan cara di centrifuge
agar bakteri mengendap di dasar tabung. Tabung dicentrifuges dengan kecepatan
4000 rpm selama 10 menit.
    Centrifuge dilakukan sebanyak tiga kali. Centrifuges pertama semua media cair
sebanyak 50 ml dimasukkan dalam tabung sentrifuge. Untuk menyamakan berat,
kerena dalam pemindahan kedalam tabung dimungkinkan terjadi tumpah, dapat
ditambah dengan larutan NaCl 0,7%. Setelah 10 menit pertama cairan yang ada
dalam tabung dibuang sehingga hanya ada endapan isolat bakteri saja. Setelah
itu pada Centrifuges kedua endapan
bakteri dicampur dengan larutan NaCl 0,7 % sebanyak 100 ml. Hal ini dilakukan sampai pada Ceentrifuges ketiga. Setelah Centrifuge ketiga selesai larutan NaCl
dibuang, kemudian endapan isolat bakteri dilarutkan pada air steril sebanyak
100 ml dan dipindahkan pada tabung lain. Perlu dipastikan bahwa endapan bakteri
larut semua dalam air steril. Kemudian untuk mengikat bakteri larutan diberi gelangam sebanyak 0,3 gr dan diaduk
sampai rata.
Inokulasi
mikoriza dan inokulasi bakteri
     Setelah inokulan mikoriza dan bakteri siap
diinokulasikan, terlebih dahulu dilakukan penyiapan media sapih, dan penyapihan
tanaman jelutung.
     Tanaman jelutung yang telah dicelupkan ke dalam
air steril kemudian sesuai dengan perlakuan yang diberi bakteri, dicelupkan
pada larutan bakteri yang telah disiapkan selama 30 menit. Perlu dipastikan
akar dari tanaman jelutung terendam larutan bakteri. Setelah 30 menit tanaman
jelutung dipindahkan dalam polybag
yang telah diberi media sapih sesuai dengan label perlakuan pada polybag.
     Tanaman jelutung yang akan diberi perlakuan
mikoriza, dimasukkan kedalam polybag
yang telah diisi media. Kemudian pada lubang yang telah ditempatkan tanaman,
diberi inokulum fungi mikoriza sesuai dengan jenis perlakuannya sebanyak 5 gr
kemudian akar dalam lubang ditutup dengan media sapih dan dipadatkan. 
Pemeliharaan
     Untuk pemeliharaan dilakukan penyiraman dengan air biasa
sebanyak dua kali dalam sehari (pagi dan sore) tergantung kondisi media.
Pengamatan parameter dan pengumpulan data
Dalam
pengamatan, parameter yang diamati adalah : (1) tinggi tanaman (2) diameter
tanaman (3) pengukuran berat kering akar dan pucuk  (4) perhitungan IMB (Indeks Mutu Bibit) (5)
persentase infeksi akar FMA  (6)
analisis jaringan (N, P). Untuk pengamatan tinggi dan diameter dilakukan di
rumah kaca, sedangkan untuk pengukuran biomassa dilakukan di laboratorium
mikrobiologi Puslitbang Kehutanan, sedangkan analisis jaringan unsur N dan P
dilakukan di laboratorium departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB.
Rancangan percobaan
Rancangan
percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan 42 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak sepuluh
kali. Dengan demikian, jumlah total polybag
pengamatan seluruhnya berjumlah 420 polybag.
Hasil 
Tabel 1  Rekapitulasi hasil analisis
sidik ragam pertumbuhan semai jelutung
| 
Perameter | 
F
  Hitung | |||||||
| 
Bakteri | 
p | 
FMA | 
p | 
Interaksi | 
p | |||
| 
Tinggi (cm) | 
1,17 | 
tn | 
12,23 | 
* | 
1,35 | 
tn | ||
| 
Diameter (cm) | 
0,54 | 
tn | 
10,85 | 
* | 
1,3 | 
tn | ||
| 
Berat Kering Akar (gr) | 
1,38 | 
tn | 
5,65 | 
* | 
1,18 | 
tn | ||
| 
Berat Kering Pucuk (gr) | 
2,72 | 
* | 
3,68 | 
* | 
1,76 | 
* | ||
| 
Rasio pucuk-akar | 
3,52 | 
* | 
15,83 | 
* | 
0,1825 | 
tn | ||
| 
Indeks Mutu Bibit | 
0,51 | 
tn | 
1,05 | 
tn | 
1,12 | 
tn | ||
| 
CFU | 
3206,2 | 
* | ||||||
| 
Unsur N (mg/tanaman) | 
2,3 | 
* | 
7,27 | 
* | 
3,72 | 
* | ||
| 
Unsur P (mg/tanaman) | 
1,62 | 
tn | 
7,15 | 
* | 
3,45 | 
* | ||
Keterangan: tn : tidak
nyata; * : nyata;  (p<0,05),
pada selang kepercayaan 95%
Tinggi Semai
Tabel 2  Uji lanjut Duncan Pertambahan tinggi semai
jelutung
| 
Perlakuan | 
Rata-rata (cm) | 
Peningkatan terhadap Perlakuan tanpa FMA (%) | 
| 
Glomus sp. (G1) | 
5,71a | 
18,95 | 
| 
Gigaspora sp. (G2) | 
5,36a | 
11,67 | 
| 
Tanpa FMA | 
4,80b | 
0 | 
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. 
Diameter
Semai
| 
Perlakuan | 
Rata-rata (cm) | 
Peningkatan terhadap Perlakuan tanpa FMA (%) | 
| 
Glomus sp. (G1) | 
0,137a | 
16,16 | 
| 
Gigaspora sp. (G2) | 
0,136a | 
13,33 | 
| 
Tanpa FMA | 
0,120b | 
0 | 
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. 
Berat
Kering Akar
Tabel 4  Uji lanjut Duncan berat
kering akar 
| 
Perlakuan | 
Rata-rata (cm) | 
Peningkatan terhadap Perlakuan tanpa FMA (%) | 
| 
Glomus sp. (G1) | 
0,489a | 
10,93 | 
| 
Gigaspora sp. (G2) | 
0,437b | 
-2,46 | 
| 
Tanpa FMA | 
0,448b | 
0 | 
Keterangan
: huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. 
Berat Kering Pucuk
Tabel  5   Uji lanjut Duncan Berat Kering Pucuk
| 
Perlakuan | 
Berat Kering Pucuk (gr) | 
Peningkatan Terhadap
  Kontrol (%) | ||
| 
JW13 G1 | 
0,586    a | 
36,28 | ||
| 
JW1 G2 | 
0,559  ab | 
30,00 | ||
| 
JW6 G2 | 
0,473 abc | 
10,00 | ||
| 
CR.R1 G2 | 
0,472 abc | 
9,77 | ||
| 
CK32 G2 | 
0,467 abc | 
8,60 | ||
| 
JW14 G2 | 
0,462 abc | 
7,44 | ||
| 
FL.13.2.1 G2 | 
0,443 abc | 
3,02 | ||
| 
JW1 G1 | 
0,436   bc | 
1,40 | ||
| 
K | 
0,430  bc | 
0,00 | ||
| 
NT G1 | 
0,409   bc | 
-4,88 | ||
| 
JW9 G2 | 
0,408   bc | 
-5,12 | ||
| 
JW6 G1 | 
0,406   bc | 
-5,58 | ||
| 
CK26 G2 | 
0,405   bc | 
-5,81 | ||
| 
SB G1 | 
0,394     c | 
-8,37 | ||
| 
CK4 G2 | 
0,390     c | 
-9,30 | ||
| 
JW13 G2 | 
0,387     c | 
10,00 | ||
| 
CK26G1 | 
0,384     c | 
10,70 | ||
| 
FL13.2.1 G1 | 
0,364     c | 
15,35 | ||
| 
JW9 G1 | 
0,355     c | 
17,44 | ||
| 
NT G2 | 
0,355     c | 
17,44 | ||
| 
CK4 G1 | 
0,354     c | 
17,67 | ||
| 
JW14 G1 | 
0,350     c | 
18,60 | ||
| 
CR.R1G1 | 
0,348     c | 
19,07 | ||
| 
JW3aG2 | 
0,346     c | 
19,53 | ||
| 
SB G2 | 
0,330     c | 
23,26 | ||
| 
CK32 G1 | 
0,328  c | 
23,72 | ||
| 
JW3a G1 | 
0,321  c | 
25,35 | ||
Keterangan
: huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. 
Rasio Pucuk Akar
Tabel 6 
Uji lanjut Duncan rasio pucuk akar semai jelutung
| 
Perlakuan | 
Rata-rata  | 
Peningkatan terhadap Perlakuan tanpa bakteri (%) | 
| 
JW13 | 
1,067  
  a | 
20,97 | 
| 
JW1 | 
0,999  ab | 
13,26 | 
| 
FL13.2.1 
CK4 
K 
JW14 
JW6 
CK32 
NT 
CK26 
JW3a 
SB 
JW9 
CR.R1 | 
0,927  bc 
0,923  bc 
0,882 bcd 
0,879 bcd 
0,878 bcd 
0,864 bcd 
0,836  cd 
0,817  cd 
0,812  cd 
0,808  cd 
0,804  cd 
0,762  
  d | 
5,1 
4,64 
0 
-0,34 
-0,45 
-2,18 
-5,21 
-7,36 
-7,93 
-8,39 
-8,84 
-13,60 | 
Keterangan
: huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. 
| 
Perlakuan | 
Rata-rata  | 
Peningkatan terhadap Perlakuan tanpa FMA (%) | 
| 
Glomus sp. (G1) | 
0,815b | 
-7,59 | 
| 
Gigaspora sp. (G2) | 
0,967a | 
14,16 | 
| 
Tanpa FMA | 
0,847b | 
0 | 
Keterangan
: huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. 
Indeks Mutu Bibit
Nilai Indeks Mutu Bibit (IMB)
merupakan hasil interaksi antar parameter pertumbuhan (Tinggi, Diameter, Berat
Kering Akar dan Berat Kering Pucuk). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam
(Tabel 1), perlakuan inokulasi FMA, bakteri dan kombinasinya memberikan
pengaruh tidak nyata terhadap parameter IMB pada selang kepercayaan 95%.
Persentase Infeksi Akar
Pada parameter pengamatan persentase infeksi akar tidak dilakukan
analisis sidik ragam karena hasil yang didapat dari seluruh perlakuan yang
diberikan akar semai jelutung terkena infeksi mikoriza.
Analisis Jaringan N
Tabel 8  Uji lanjut Duncan
ranalisis jaringan N semai jelutung
| 
Perlakuan | 
Rata-rata (mg) | 
Peningkatan Terhadap Kontrol (%) | 
| 
JW13 G1 | 
1,12     
  a | 
69,59 | 
| 
JW1 G2 | 
0,86     
  b | 
30,56 | 
| 
JW14 G2 | 
0,80   
  bc | 
20,57 | 
| 
CK4 G2 | 
0,75   bcd | 
13,16 | 
| 
NT G2 | 
0,70  bcde | 
6,51 | 
| 
CR.R1 G2 | 
0,70  bcde | 
5,14 | 
| 
CK32 G2 | 
0,68  bcde | 
2,72 | 
| 
K | 
0,66 bcdef | 
0,00 | 
| 
JW6 G2 | 
0,65 bcdef | 
-1,66 | 
| 
CK26 G2 | 
0,59bcdefg | 
-10,74 | 
| 
FL13.2.1 G2 | 
0,56 cdefg | 
-15,58 | 
| 
CK26 G1 | 
0,55 cdefg | 
-16,34 | 
| 
SB G1 | 
0,53 cdefg | 
-19,67 | 
| 
JW1 G1 | 
0,53 cdefg | 
-20,12 | 
| 
SB G2 | 
0,52 cdefg | 
-21,18 | 
| 
NT G1 | 
0,52 cdefg | 
-21,48 | 
| 
CK32 G1 | 
0,49  defg | 
-26,63 | 
| 
CK4 G1 | 
0,48  defg | 
-27,23 | 
| 
JW9 G2 | 
0,46  defg | 
-30,56 | 
| 
JW6 G1 | 
0,46  defg | 
-30,86 | 
| 
JW3a G2 | 
0,44   efg | 
-33,59 | 
| 
JW14 G1 | 
0,43   efg | 
-34,64 | 
| 
JW13 G2 | 
0,41   efg | 
-38,12 | 
| 
JW9 G1 | 
0,40   efg | 
-38,88 | 
| 
JW3a G1 | 
0,40   efg | 
-39,64 | 
| 
CR.R1 G1 | 
0,36   
  fg | 
-45,23 | 
| 
FL.13.2.1 G1 | 
0,33    
  g | 
-49,47 | 
Keterangan
: huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%. 
Analisis Jaringan P
Tabel  9
Uji lanjut Duncan analisis jaringan P
| 
Perlakuan | 
Rata-rata (mg) | 
Peningkatan Terhadap Kontrol (%) | |
| 
JW1 G2 | 
0,13     
  a | 
42,05 | |
| 
JW13 G1 | 
0,11    
  ab | 
21,59 | |
| 
FL13.2.1 G2 | 
0,10   
  abc | 
18,18 | |
| 
JW14 G2 | 
0,10   abcd | 
13,64 | |
| 
CK32 G2 | 
0,10  abcde | 
7,95 | |
| 
CK26 G2 | 
0,09 abcdef | 
3,41 | |
| 
CK4 G2 | 
0,09 abcdef | 
3,41 | |
| 
K | 
0,09 abcdef | 
0,00 | |
| 
JW6 G2 | 
0,08 bcdefg | 
-5,68 | |
| 
NT G2 | 
0,07bcdefgh | 
-19,32 | |
| 
CK32 G1 | 
0,07bcdefgh | 
-19,32 | |
| 
JW1 G1 | 
0,07bcdefgh | 
-19,32 | |
| 
CR.R1 G2 | 
0,07bcdefgh | 
-20,45 | |
| 
NT G1 | 
0,07bcdefgh | 
-20,45 | |
| 
JW6 G1 | 
0,07bcdefgh | 
-26,14 | |
| 
SB G1 | 
0,06bcdefgh | 
-27,27 | |
| 
JW3a G2 | 
0,06 cdefgh | 
-27,27 | |
| 
JW3a G1 | 
0,06  defgh | 
-32,95 | |
| 
SB G2 | 
0,06  defgh | 
-32,95 | |
| 
CK26 G1 | 
0,06  defgh | 
-35,23 | |
| 
CK4 G1 | 
0,06   efgh | 
-35,23 | |
| 
JW9 G1 | 
0,06   efgh | 
-36,36 | |
| 
FL.13.2.1 G1 | 
0,06   efgh | 
-36,36 | |
| 
JW9 G2 | 
0,05   efgh | 
-39,77 | |
| 
CR.R1 G1 | 
0,05   
  fgh | 
-42,05 | |
| 
JW14 G1 | 
0,04    
  gh | 
        -50,00 | 
| 
JW13 G2 | 
0,04     
  h | 
        -55,68 | 
Keterangan
: huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji
lanjut Duncan pada selang kepercayaan 90%. 
Pembahasan
Pengaruh Inokulasi Bakteri
terhadap Infeksi Mikoriza pada Semai Jelutung
     Salah satu parameter untuk menentukan tingkat keberhasilan simbiosis
antara FMA dengan tanaman inang adalah adanya persentase infeksi mikoriza.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari seluruh perlakuan yang diberikan,
menunjukkan adanya infeksi mikoriza pada akar 
semai jelutung yang ditandai dengan adanya vesikula. Adanya vesikula
tidak hanya pada perlakuan mikoriza saja melainkan pada perlakuan tunggal
bakteri dan perlakuan kontrol. Oleh karena itu tidak diperlukan lagi adanya
analisis sidik ragam karena seluruh bagian akar terlihat adanya infeksi
mikoriza. Hal ini diduga karena media sapih yang digunakan tidak steril,
sehingga memungkinkan mikroorganisme lain juga terkandung dalam media tersebut.
Seperti yang disebutkan bahwa rizosfir merupakan zona tanah yang dipengaruhi
akar dan dapat mempunyai populasi organisme berlipat ganda lebih banyak
dibandingkan dengan tanah yang tidak terpengaruh akar (Vancura  et al.
2000). 
     Selain itu penyiraman yang dilakukan tidak menggunakan
air steril sehingga dapat pula menyebabkan adanya kontaminasi. Hal ini relevan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Turjaman et al.(2006) bahwa kontrol pada semai Dyera polyphlla juga terinfeksi oleh FMA yang berasal dari jenis
yang indigenous. Berdasarkan dari penelitian Turjaman et al.(2006) diketahui bahwa semai jelutung yang diinokulasi dengan
FMA jenis Glomus clarum terinfeksi
hampir 100% yaitu sebesar 93%, sehingga dapat diketahui bahwa semai jelutung
memberikan respon yang bagus jika diinikulasi dengan FMA jenis Glomus sp.
Pengaruh Inokulasi FMA,
Bakteri dan Kombinasinya terhadap Pertumbuhan Semai Jelutung
     Berdasarkan hasil penelitian, respon yang bervariasi ditunjukkan oleh
pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Secara umum, perlakuan
mikoriza dan bakteri memberikan respon yang baik terhadap parameter pertumbuhan
semai jelutung. Hal  ini selaras dengan
pernyataan bahwa di dalam rizosfir terjadi berbagai interaksi sinergisme maupun
antagonisme. Salah satu interaksi di dalam
rizosfir yang mendapat perhatian adalah interaksi antara FMA
(simbiosis obligat) dengan bakteri yang hidup bebas di rizosfir (Rhizobakteria) (Pujiyanto 2001). Dari pernyataan
tersebut selaras dengan hasil penelitian yang diketahui bahwa interaksi antara
FMA dan bakteri yang hidup bebas di rizosfir bersifat sinergis, ditunjukkan
oleh adanya peningkatan pertumbuhan dari semai jelutung.
    Bukman dan Brady (1969) dalam Suyono (2003) menambahkan bahwa
bakteri dapat membantu pertumbuhan tanaman tingkat tinggi dengan baik, karena
bakteri secara praktis dapat memegang monopoli tiga buah pokok transformasi
enzim yaitu nitrifikasi, oksidasi sulfur dan fiksasi N. Selain itu bakteri
dapat membantu pertumbuhan tanaman diantaranya dengan cara membantu penyediaan
unsur hara penting bagi tanaman.  Disamping itu,
terdapat beberapa bakteri yang merugikan tanaman inang. Hal ini diduga bahwa dalam
jumlah banyak nutrisi yang dihasilkan oleh tanaman inang, dimanfaatkan  bakteri untuk pertumbuhannya. Bukman dan
Brady (1982) dalam Suyono (2003)
menyebutkan bahwa organisme tanah dapat merugikan tanaman tingkat tinggi
diantaranya melalui persaingan untuk memperoleh hara yang tersedia. Organisme
tanah biasanya memperoleh unsur hara lebih dulu, baru tanaman tingkat tinggi
dapat mempergunakan yang masih tersisa. Pelczar
et al. (1986) menambahkan bahwa
bakteri tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga
menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik di dalam lingkungannya. Untuk berhasilnya pembiakan berbagai tipe bakteri, dibutuhkan suatu kombinasi
hara serta lingkungan fisik yang sesuai.
     Berdasarkan hasil penelitian, interaksi antara FMA dengan bakteri
memberikan respon yang beragam dalam mempengaruhi pertumbuhan semai jelutung.
Dari data yang menyajikan peningkatan pertumbuhan yang bernilai negatif
terhadap kontrol menunjukkan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan sehingga dapat
diartikan perlakuan yang diberikan tidak efektif. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa tidak semua bakteri mampu bekerjasama dengan mikoriza. Hal
ini diduga bahwa kinerja bakteri dengan mikoriza ada yang bersifat antagonis.
Hal ini diduga karena terjadi persaingan dalam mendapatkan sumber nutrisi
diantara keduanya. Sehingga, sangat memungkinkan kombinasi keduanya
menghasilkan respon yang lebih rendah terhadap kontrol. Bukman dan Brady dalam Suyono (2003) menyatakan bahwa
disamping persaingan antara mikroorganisme dan tanaman tingkat tinggi terdapat
persaingan makanan yang hebat antara mikroorganisme itu sendiri. 
Kesimpulan
     Berdasarkan dari hasil penelitian, diketahui pemberian tunggal mikoriza
jenis Glomus sp. maupun dengan
interaksinya dengan bakteri JW13 secara signifikan meningkatkan pertumbuhan
semai jelutung. Inokulasi mikoriza jenis Glomus
sp. meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 18,95% dan pertambahan
diameter sebesar 16,16% dari perlakuan tanpa FMA. Perlakuan kombinasi antara
bakteri JW 13 dan Glomus sp.
meningkatkan berat kering pucuk sebesar 36,28% dan meningkatkan kandungan unsur
hara N sebesar 69,59% terhadap control. Selain itu juga ditemukan interaksi
mikoriza dan bakteri jenis JW1G2, JW13G1, JW14G2, CK32G2 memberikan pengaruh
positif terhadap pertumbuhan semai jelutung dan dapat digunakan sebagai
rekomendasi dalam aplikasi pupuk hayati.
Saran
1.     Pasangan mikroba yang sudah diketahui dalam penelitian
ini mampu meningkatkan pertumbuhan semai jelutung, hendaknya diformulasikan
untuk dijadikan sebagai alternatif dari pupuk hayati. 
2.     
Perlu dilakukan penelitian pada jenis tanaman yang
berbeda untuk melihat respon interaksi antara mikoriza dengan bakteri rhizoplane dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
3.     
Perlu dilakukan analisis yang lebih lengkap tentang
kandungan hara dalam tanah.
4.     
Hasil penelitian yang
diperoleh perlu diujikan secara langsung di lapangan.
Ucapan Terima Kasih
     Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Irdika Mansur
selaku pembimbing pertama dan Dr. Irnayuli R. Sitepu selaku pembimbing kedua. Penelitian ini didanai
oleh APBN, Departemen Kehutanan dan Grant-in-aid for scientific research A (no.
19255016) to Dr. T. Inoue (Hokkaido University, Jepang). Selain itu penghargaan
juga diberikan kepada Prof. Dr. Y. Hashidoko dari Hokkaido University, Jepang.
Daftar Pustaka
Barea et al. 1997. Interaction
between plant-growth-promoting rhizobacteria (PGPR), arbuscular mycorrhizal
fungi and Rhizobium spp. In the rhizosphere of Anthyllis cytisoides, a model legume for revegatation in
mediterranean semi-arid ecosystems. New Phytologist 136, 667-677.
Sitepu I. 2007. Screening of plant growth-promoting rhizobacteria from
Dipterocarpaceae plants growing in Indonesian tropical rain forest, and
investigations of their functions on seedling growth [disertasi]. Sapporo:
Hokkaido University.
Pelczar MJ and Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi (Terjemahan : Hadioetomo,
R.S  dkk). Jakarta : UI Press.
Pujiyanto. 2001. Pemanfaatan  Jasad Mikro Cendawan Mikoriza dan Bakteri
dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan di Indonesia : Tinjauan dari Perspektif
Falsafah Sains. Bogor : Program Pasca Sarjana IPB.
Suyono. 2003.
Pengaruh Inokulasi Bakteri dan Endomikoriza terhadap Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes falcataria). [Skripsi]. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. 
Turjaman M, Tamai Y, Santoso E. 2006. Arbuscular
mycorrhizal fungi increased early growth of two nontimber forest product
species Dyera polyphylla and Aquilaria filarial under greenhouse
condition. Mycorrhiza 16:456-464.
Vancura V, Kunc F. 2000. Soil Microbial Association. New
  York: Elsevier Science Publishing Company Inc.
Whitmore TC. 1972. Tree
Flora of Malaya. Volume Two. Longman, London.
Werner. 2003. Plant Surface Microbiology. Berlin: Springer.
Written by:
1,2Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB; 3Laboratorium
Mikrobiologi Hutan, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan
Bogor
 
No comments:
Post a Comment