Interactions among fire, insects and pathogens in coniferous forests of the interior western United States and Canada
Oleh: Rifa’ Atunnisa, S.Hut
A.
PENDAHULUAN
Kebakaran
berskala besar sekaligus menghasilkan dampak negatif bagi lingkungan telah
menambah masalah di Indonesia, negara-negara tetangga, bahkan dimanca negara
sekaligus. Sebagai contoh kejadian kebakaran hebat di Indonesia yang terjadi
saat kemarau panjang (El Nino) tahun 1992/1993, 1987, 1991, 1994, dan 1997/1998
(Dennis 1999). Begitu pula pada kejadian pada hutan Pinus di pedalaman bagian barat Amerika
Sekrikat dan Kanada disebutkan jika pemulihan kondisi alam akibat kerusakan
karena kebakaran, hama hutan, dan penyakit hutan berlangsung selama ribuan
tauan untuk menciptakan dan memperbaiki kondisi hutannya dengan munculnya pohon
pionir Pinus (Parker et al. 2006). Pengendalian kerusakan hutan sangat
perlu dilakukan mengingat hutanmerupakan sumber daya alam yang mempunyai
berbagai fungsi, baik ekologi, ekonomi, sosial maupun budaya yang diperlukan
untuk menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainny. Pengendalian
kerusakan hutan ini dapat dilakukan melalui kegiatan perlindungan hutan, yaitu usaha untuk mencegah dan
membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta
mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan,
kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan (Dephut 2004).
Kerusakan
yang terjadi di dalam hutan atau kawasan hutan dapat disebabkan oleh beberapa
faktor pengganggu, diantaranya adalah kebakaran hutan, hama, penyakit dan
penggembalaan. Antar faktor penyebab gangguan hutan ini memiliki hubungan sebab
akibat. Dalam makalah ini akan disampaikan pembahasan mengenai hubungan antara
faktor pengganggu yaitu terjadinya kebakaran, serangga, dan patogen studi kasus
pada hutan Pinus di pedalaman bagian barat Amerika Serikat dan Kanada.
B.
PEMBAHASAN
Kejadian
kebakaran, adanya serangga dan patogen merupakan komponen alami yang secara
terintegrasi menjadi bagian yang penting pada hutan di Amerika bagian Utara
(Martin 1989). Upaya pengembalian hutan akibat kerusakan yang diakibatkan oleh
komponen tersebut, dengan melibatkan ketiga komponen tersebut merupakan hal
penting untuk mengembalikan kondisi hutan pada daerah tersebut. Kombinasi dari
dampak kebakaran, kompetisi untuk mendapatkan sinar matahari dan air, kemudian
serangga alami hutan, dan patogen memiliki hubungan selama ribuan tahun untuk
menciptakan hutan yang didominasi oleh spesies pioner pinus. Meskipun adanya
perubahan kondisi hutan akibat kebakaran dan ualah dari kegiatan manusia
seperti penggembalaan ternak, praktek pengelolaan hutan yang menebang diluar
batas kemampuan hutan, perladangan, dan kejadian perubahan iklim dalam akhir
dekade ini merubah pokok dari interaksi ini bahwa sejak kebakaran menjadi
kejadian penyebab kerusakan hutan yang paling dominan di hutan bagian barat
dunia, kunci untuk menjaga fungsi ekosistem hutan adalah selamanya dengan
menjaga keterkaitan hubungan antara kebakaran, kegiatan manajemen, serangga dan
penyakit (McDonald et al. 2000).
B.1 Kebakaran, Akar Lapuk dan Kumbang
Tegakan pinus (Pinus
contorta Dough. Ex.Loud.) sangat rentan terjadinya siklus kerusakan yang
diawali dengan adanya patogen yang menyebabkan pelapukan sehingga mengakibatkan
kematian pada pohon. Setelah pohon mati, kemudian diserang oleh kumbang, dan
oleh kumbang ini lah patogen pelapuk kayu disebarkan kepada pohon-pohon yang
masih sehat. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan ketersediaan bahan bakar
dan rentan terhadap kejadian kebakaran. Siklus ini terus berlangsung yaitu adanya
patogen penyebab penyakit penyakit, pelapukan, serangan kumbang dan
meningkatnya ketersediaan bahan bakar. Salah satu jenis dari kumbang pada
tanaman Pinus ini adalah Dendroctonus ponderosae Hopkins yang diketahui
menyerang kulit kayu lebih banyak pada tanaman yang sudah terinfeksi patogen
pelapuk daripada tanaman yang tidak terinfeksi patogen pelapuk.
B.2 Serangga
sebagai Vektor atau Pembawa Patogen Setelah Kebakaran
Serangga
menyebarkan jamur kepada pohon-pohon sisa akibat kebaran di banyak ekosistem
hutan bagaian barat dunia (western forest). Sebagai contoh, Piirto et al.
(1998) menyebutkan bahwa jamur jenis Tritrachium sp lebih banyak menyerang
pohon yang terbakar daripada pohon yang tidak terbakar. Sebagaian besar kumbang
membawa jamur pelapuk. Serangga dapat membawa spora dari jamur yang menyebabkan
penyakit black stain root pada pohon-pohon yang terbakar.
B.3 Interaksi Antara Kebakaran dan Patogen
Terdapat banyak
contoh bahwa beberapa spesies pohon-pohon yang ada di hutan bagian barat
(western), dalam hal ini lebih banyak pada jenis-jenis pinus, melalui kejadian
kebakaran menyebabkan kerentanan pohon terkena patogen. Littke (1986)
menyebutkan bahwa dalam studinya sekitar 70% dari pohon-pohon yang tertekan
karena api atau kebakaran mengalami kerusakan akar akibat kebakaran. Setelah 6
tahun dari kejadian kebakaran, diserang oleh jamur pelapuk termasuk diantaranya
Perenniporia subacida yang menyebabkan yellow root rot, Heterobasidion
annosum (penyakit akar annosus), Lentinus lepideus (Lentinus butt
rot) dan Sistotrema brinkmannii.
C.
Kesimpulan
Upaya pengembalian
hutan akibat kerusakan yang diakibatkan oleh komponen kebakaran, serangga, dan
patogent, dengan melibatkan ketiga komponen tersebut merupakan hal penting
untuk mengembalikan kondisi hutan pada daerah hutan pinus di pedalaman bagian
barat Amerika Serikat dan Kanada. Pembelajaran mengenai interaksi dari ketiga
komponen ini menjadi penting dalam menentukan konsep menejemen restorasi yang
efektif dan efisien terhadap kerusakan-kerusakan hutan yang muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Dennis, R.A. 1999. A review of fire projects in Indonesia 1982 - 1998.
Center for International Forestry Research.Bogor.
Departemen Kehutanan. 2004. Peratutan
Pemerintah No.45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutam. Himpunan Peraruran
Perundang-Undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta.
Littke , W . R . & Gara , R . I . 1986 Decay of fire-damaged lodgepole pine in
south-central Oregon . Forest Ecology and Management , 17 , 279 –
287 .
McDonald , G . I . , Harvey , A . E . & Tonn , J . R . 2000 Fire,
competition and forest pests: landscape treatment to sustain ecosystem
function.Crossing the Millennium: Integrating Spatial Technologies and
Ecological Principles for a New Age in Fire Management. Proceedings from
the Joint Fire Conference and Workshop, 2 ( ed. by L . F . Neuenschwander
and K . C . Ryan ), pp . 195 – 211 . University of Idaho and the International
Association of Wildland Fire , Moscow, Idaho .
Martin , R . 1989 Interaction among
fire, arthropods, and diseases in a healthy forest. Healthy Forests, Healthy
World . Proceedings of the 1988 Society of American Foresters
National Convention , pp . 87 – 91 . Society of American Foresters ,
Bethesda, Maryland .
Parker et al. 2006. Interaction Among Fire, Insect, and Pathogens in
Conifeous Forest of The Interior Western United State and Kanada.
Agricultural and Forest Entomology Journal: 167-189.
Piirto , D . D . , Parmeter , J . R . , Cobb , F . W . Jr , Piper , K . L .
, Workinger , A . C . & Otrosina , W . J . 1998 Biological and management implications of fire
– pathogen interactions in the giant sequoia ecosystem . Proceedings of the
20th Tall Timbers Fire Ecology Conference Fire in Ecosystem Management:
Shifting the Paradigm from Suppression to Prescription , pp . 325 –
336 . Tall Timbers Research Station , Tallahassee, Florida .
No comments:
Post a Comment