Tuesday, August 23, 2011

INTERAKSI KEBAKARAN DAN PENYEBARAN PENYAKIT (Studi Kasus Hutan Pinus di Pedalaman Bagian Barat Amerika Serikat dan Kanada)


Interactions among fire, insects and pathogens in coniferous forests of the interior western United States and Canada

Oleh: Rifa’ Atunnisa, S.Hut

     A.   PENDAHULUAN
Kebakaran berskala besar sekaligus menghasilkan dampak negatif bagi lingkungan telah menambah masalah di Indonesia, negara-negara tetangga, bahkan dimanca negara sekaligus. Sebagai contoh kejadian kebakaran hebat di Indonesia yang terjadi saat kemarau panjang (El Nino) tahun 1992/1993, 1987, 1991, 1994, dan 1997/1998 (Dennis 1999). Begitu pula pada kejadian pada  hutan Pinus di pedalaman bagian barat Amerika Sekrikat dan Kanada disebutkan jika pemulihan kondisi alam akibat kerusakan karena kebakaran, hama hutan, dan penyakit hutan berlangsung selama ribuan tauan untuk menciptakan dan memperbaiki kondisi hutannya dengan munculnya pohon pionir Pinus (Parker et al. 2006). Pengendalian kerusakan hutan sangat perlu dilakukan mengingat hutanmerupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi, baik ekologi, ekonomi, sosial maupun budaya yang diperlukan untuk menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainny. Pengendalian kerusakan hutan ini dapat dilakukan melalui kegiatan perlindungan hutan, yaitu usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan (Dephut 2004).
            Kerusakan yang terjadi di dalam hutan atau kawasan hutan dapat disebabkan oleh beberapa faktor pengganggu, diantaranya adalah kebakaran hutan, hama, penyakit dan penggembalaan. Antar faktor penyebab gangguan hutan ini memiliki hubungan sebab akibat. Dalam makalah ini akan disampaikan pembahasan mengenai hubungan antara faktor pengganggu yaitu terjadinya kebakaran, serangga, dan patogen studi kasus pada hutan Pinus di pedalaman bagian barat Amerika Serikat dan Kanada.
B.               PEMBAHASAN
Kejadian kebakaran, adanya serangga dan patogen merupakan komponen alami yang secara terintegrasi menjadi bagian yang penting pada hutan di Amerika bagian Utara (Martin 1989). Upaya pengembalian hutan akibat kerusakan yang diakibatkan oleh komponen tersebut, dengan melibatkan ketiga komponen tersebut merupakan hal penting untuk mengembalikan kondisi hutan pada daerah tersebut. Kombinasi dari dampak kebakaran, kompetisi untuk mendapatkan sinar matahari dan air, kemudian serangga alami hutan, dan patogen memiliki hubungan selama ribuan tahun untuk menciptakan hutan yang didominasi oleh spesies pioner pinus. Meskipun adanya perubahan kondisi hutan akibat kebakaran dan ualah dari kegiatan manusia seperti penggembalaan ternak, praktek pengelolaan hutan yang menebang diluar batas kemampuan hutan, perladangan, dan kejadian perubahan iklim dalam akhir dekade ini merubah pokok dari interaksi ini bahwa sejak kebakaran menjadi kejadian penyebab kerusakan hutan yang paling dominan di hutan bagian barat dunia, kunci untuk menjaga fungsi ekosistem hutan adalah selamanya dengan menjaga keterkaitan hubungan antara kebakaran, kegiatan manajemen, serangga dan penyakit (McDonald et al. 2000).

B.1     Kebakaran, Akar Lapuk dan Kumbang
Tegakan pinus (Pinus contorta Dough. Ex.Loud.) sangat rentan terjadinya siklus kerusakan yang diawali dengan adanya patogen yang menyebabkan pelapukan sehingga mengakibatkan kematian pada pohon. Setelah pohon mati, kemudian diserang oleh kumbang, dan oleh kumbang ini lah patogen pelapuk kayu disebarkan kepada pohon-pohon yang masih sehat. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan ketersediaan bahan bakar dan rentan terhadap kejadian kebakaran. Siklus ini terus berlangsung yaitu adanya patogen penyebab penyakit penyakit, pelapukan, serangan kumbang dan meningkatnya ketersediaan bahan bakar. Salah satu jenis dari kumbang pada tanaman Pinus ini adalah Dendroctonus ponderosae Hopkins yang diketahui menyerang kulit kayu lebih banyak pada tanaman yang sudah terinfeksi patogen pelapuk daripada tanaman yang tidak terinfeksi patogen pelapuk.
B.2  Serangga sebagai Vektor atau Pembawa Patogen Setelah Kebakaran
Serangga menyebarkan jamur kepada pohon-pohon sisa akibat kebaran di banyak ekosistem hutan bagaian barat dunia (western forest). Sebagai contoh, Piirto et al. (1998) menyebutkan bahwa jamur jenis Tritrachium sp lebih banyak menyerang pohon yang terbakar daripada pohon yang tidak terbakar. Sebagaian besar kumbang membawa jamur pelapuk. Serangga dapat membawa spora dari jamur yang menyebabkan penyakit black stain root pada pohon-pohon yang terbakar.

B.3     Interaksi Antara Kebakaran dan Patogen
Terdapat banyak contoh bahwa beberapa spesies pohon-pohon yang ada di hutan bagian barat (western), dalam hal ini lebih banyak pada jenis-jenis pinus, melalui kejadian kebakaran menyebabkan kerentanan pohon terkena patogen. Littke (1986) menyebutkan bahwa dalam studinya sekitar 70% dari pohon-pohon yang tertekan karena api atau kebakaran mengalami kerusakan akar akibat kebakaran. Setelah 6 tahun dari kejadian kebakaran, diserang oleh jamur pelapuk termasuk diantaranya Perenniporia subacida yang menyebabkan yellow root rot, Heterobasidion annosum (penyakit akar annosus), Lentinus lepideus (Lentinus butt rot) dan Sistotrema brinkmannii.

C.               Kesimpulan
Upaya pengembalian hutan akibat kerusakan yang diakibatkan oleh komponen kebakaran, serangga, dan patogent, dengan melibatkan ketiga komponen tersebut merupakan hal penting untuk mengembalikan kondisi hutan pada daerah hutan pinus di pedalaman bagian barat Amerika Serikat dan Kanada. Pembelajaran mengenai interaksi dari ketiga komponen ini menjadi penting dalam menentukan konsep menejemen restorasi yang efektif dan efisien terhadap kerusakan-kerusakan hutan yang muncul.



DAFTAR  PUSTAKA

Dennis, R.A. 1999. A review of fire projects in Indonesia 1982 - 1998. Center for International Forestry Research.Bogor.

Departemen Kehutanan. 2004. Peratutan Pemerintah No.45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutam. Himpunan Peraruran Perundang-Undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta.

Littke , W . R . & Gara , R . I . 1986  Decay of fire-damaged lodgepole pine in south-central Oregon . Forest Ecology and Management , 17 , 279 – 287 .

McDonald , G . I . , Harvey , A . E . & Tonn , J . R . 2000 Fire, competition and forest pests: landscape treatment to sustain ecosystem function.Crossing the Millennium: Integrating Spatial Technologies and Ecological Principles for a New Age in Fire Management. Proceedings from the Joint Fire Conference and Workshop, 2 ( ed. by L . F . Neuenschwander and K . C . Ryan ), pp . 195 – 211 . University of Idaho and the International Association of Wildland Fire , Moscow, Idaho .

Martin , R . 1989  Interaction among fire, arthropods, and diseases in a healthy forest. Healthy Forests, Healthy World . Proceedings of the 1988 Society of American Foresters National Convention , pp . 87 – 91 . Society of American Foresters , Bethesda, Maryland .

Parker et al. 2006. Interaction Among Fire, Insect, and Pathogens in Conifeous Forest  of  The Interior Western United State and Kanada. Agricultural and Forest Entomology Journal: 167-189.

Piirto , D . D . , Parmeter , J . R . , Cobb , F . W . Jr , Piper , K . L . , Workinger , A . C . & Otrosina , W . J . 1998  Biological and management implications of fire – pathogen interactions in the giant sequoia ecosystem . Proceedings of the 20th Tall Timbers Fire Ecology Conference Fire in Ecosystem Management: Shifting the Paradigm from Suppression to Prescription , pp . 325 – 336 . Tall Timbers Research Station , Tallahassee, Florida .

No comments:

Post a Comment