Friday, October 15, 2010

Cerdas, Bijak, Strategis Sikapi REDD

Berangkat dari komitmen bersama mengenai pembahasan mengenai perubahan iklim kelas dunia "Protokol Kyoto" yang dilaksanaakan tahun 1997 lalu di Kyoto Jepang,  meminta para negara maju yang dikatagorikan sebagai negara Annex 1 agar mengurangi emisi gas buang sebesar 5 persen dari level emisi tahun 1990. Selama kurun waktu yang berdekade ini evolusi industri dinegara maju secara telak menghasilkan gas buang yang kini semakin hari semakin dirasakan dampak buruknya terhadap lingkungan. Pertemuan ini menerangkan lebih lanjut mengenai kewajiban menunkan emisi gas buang  diberi rentang waktu selama periode 2008-2012. Hingga sekarang kesepakan itu belumlah tercapai targetnya.

Pertemuan pembahasan mengenai perubahan iklim ini tidak berhenti sampai disitu saja melainkan baru-baru ini telah terjadi pertemuan lanjutan membahas strategi dari hasil pertemuan ikim Kopenhagen, yaitu di Tianjin, China (Oktober 2010). Pada pertemuan Tianjin ini pun belum ditemukannya mekanisme yang tepat bagaimana cara menurunkan suhu global. Alih-alih dari kesepakan Protokol Kyoto yang menekan para negara maju ini untuk mengurangi emisi gas buangnya atau sering kita menyebut mitigasi, terjadi perkembangan pemikiran adanya kerjasanma antar negara maju dengan negara berkembang dengan dalih sebagian besar negara berkembang masih mempunyai luasan hutan yang besar dan dalam katagori perekonomian yang berkembang, agar melestarikan hutan sebagai bentuk kompensasi kewajiban mitigasi. Kerjasama ini kini diimplementasikan sebagai mekanisme REDD (Reducing Emisions from Deforestation and Land degradation). Mekanisme ini menawarkan kompensasi uang kepada negara berkembang dengan timbal balik melindungi hutan tropis yang vital.

Perlu disadari bersama bahwa sebenarnya yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya perubahan iklim ini adalah para negara maju. Lebih dari 70 perses GSG (Gas Rumah Kaca) turut disumbangkan oleh negara maju melalui aktivitas industrinya. Adanya mekanisme REDD dapat dipandang menguntungkan bagi dua belah pihak. Bagi negara maju adanya kompensasi ini bisa dijadikan dalih bahwa mereka telah berkontribusi untuk menyelamatkan lingkunangan. Begitu pula dengan negara berkembang penerima bantuan, bantuan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian. Tetapi bisa dilihat sebagai hal yang sedikit menyimpang ketika kewajiban mitigasi atas negara maju begitu saja dilepas dengan dalih sudah berkompensasi menjaga hutan tropis. Ini lah yang seharusnya patut kita sikapi REDD ini dengan cerdas dan strategis. Seharusnya yang tepat sasaran adalah melakukan penyelamatan lingkungan dari dua arah. Kalau dibaca, yang terjadi sekarang dapat dikatakan ini merupakan "pengingkaran terhadap protokol kyoto". Baik negara maju yang proporsi penghasil gas buang lebih besar dan para negara berkembang yang punya hutan luas harus bersama-sama berupaya menyelamatkan lingkungan. Negara maju mengurangi gas buangnya misal dengan penerapan CDM (Clean Development Mechanism) atau efisiensi produksi dan negara berkembang harus melindungi hutannya. 

Dikatakan sebuah kesepakan yang tidak mudah memang benar karena negara maju pun seribu kali berfikir dengan posisinya sebagai negara industri besar harus mengurangi emisi gas buang. Hal ini bisa dibayangkan berapa biaya yang mereka keluarkan untuk memperbaiki sistem operasi industri mereka dibuat ramah lingkungan. Adanya REDD ini jangan malah digunakan akal-akalan saja bagi negara maju agar terbebas dari tanggungjawabnya melalukan mitigasi. Bahkan sangat mungkin jika berdalih sudah memberikan bantuan bagi negara berkembang untuk menjaga hutan malah memuluskan kegian industri negara maju tanpa lagi berkewajiban menekan GSG. Sama saja ini membunuh protokol kyoto bukan?? Selain itu kekhawatiran juga terjadi bagi negara berkembang, yaitu isu mengenai tingginya tingkat korupsi di negara berkembang. Begitu pula dengan negara ini yang layak disebut negara koruptor nomor wahid, menjadi ancaman tersendiri bagi pelaksanaan mekanisme ini, mengingat nantinya bantuan yang kan dikucurkan tidak sekedar bernilai puluhan bisa saja mencapai jutaan dolar tidak tersampaikan sesuai jumlahnya ke pelaksana program.

Paling tidak ini sudah merupakan usaha yang nyata untuk menyelamatkan bumi ini. Tidak ada cara lain lagi selain kembali pada alam, jaga dan lestarikan alam yang ada, denga sendirinya sebenarnya alam mempunyai kemampuan menyeimbangkan jika semuanya proporsional. Dampak lingkungan yang sekarang terjadi tidak lain adalah karena ulah manusia sendiri. Menilik dari ulasan diatas perlunya sikap cerdas, strategis dan bijak dalam menyikapi mekanisme yang tujuannya sudah baik. 

Emisi berbentuk karbon akan terserap oleh tanaman dalam proses fotosintesis dan dikonversi kedalam bentuk oksigen. Oleh karena itu secanggih mekanisme apapun nanti yang diterapkan tidak akan ada artinya jika tidak dibarengi dengan sikap proaktif menjaga lingkungan. Hal kecil tetapi dapat menyelamatkan dunia adalah dengan menanam pohon. " Satu Pohon Seribu Kehidupan". Marilah sebagai warga negara dunia yang peduli akan kelangsungan bumi ini kita bersama-sama mengikuti perkembangan mengenai perubahan iklim selanjutnya di Cancun, Meksiko, 29 November-10 desember 2010.


 

No comments:

Post a Comment