Monday, October 4, 2010

Utilization of Rhizoplane and Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) to Promote The Early Growth of Jelutung (Dyera polyphylla Miq. Steenis.)


Pemanfaatan Bakteri Rhizoplane dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Jelutung
(Dyera polyphylla Miq. Steenis.)

Rifa’ Atunnisa (E44050982)1, Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc2, Dr. Irnayuli R. Sitepu, SP. MCP3



Abstract Nontimber forest products (NTFPs) represent sources of income from tropical forest, but some NTFP species have decreased in population and become endangered due to overexploitation. There is increasing concern that the planting stock of Dyera polyphylla is not sufficient to sustain the yield of NFTPs. The beneficial root colonizing rhizosphere bacteria, the so-called plant growth-promoting rhizobacteria have been known to carry out many important ecosystem processes, such as those involved in the nutrient cycling and/or seedling establishment. The roots of most plant species associate with certain soil fungi and establish what are known as mycorrhiza. The objective of this study was to determine the effect of two arbuscular miycorrhizal (AMF) fungi, Glomus sp., Gigaspora sp. and thirteen strains of rhizoplane bacteria (CK32, FL.13.2.1, JW1, JW6, JW9, JW13, JW14, CK26, CK4, JW3a, SB, NT, CR.R1), on the early growth of D. polyphylla, under greenhouse condition. Percentage of AMF colonization, plant growth, and nitrogen (N) and phosphorus (P) concentration were measured after 150 days of planting. The results showed that the percentage of AM colonization of D. polyphylla was 100%. Colonization by Glomus sp. significanly increased plant height by 18,95% and diameter by 16,16% compared to those non AMF. Combination of bacterial and AMF inoculant between JW13 dan Glomus sp. increased shoot weight by as much as 36,28% from control and increased N concentration by 69,59% compared to those of non inoculate a seedlings. Combination of JW1 and Gigaspora sp. increased P concentration by as much as 42,05% compared to those of non inoculate seedlings. Despite the difficulty of selecting  a multifunctional microbial consortia, appropriate microbial combinations can be recommended for a biotechnological input related to improvement of plant performance.

Keywords: AM fungi, biofertilizer, Dyera polyphylla, NTFP, PGPR




Pendahuluan
     Jelutung (Dyera polyphylla Miq. Steenis.) merupakan jenis pohon dari famili Apocynaceae. Kayu jelutung termasuk dalam kelas awet V, kayunya ringan dan lunak sehingga mudah dikerjakan. Digunakan untuk papan lukis, pensil, korek api, bingkai, bahan ukiran, mebel dan getahnya sebagai bahan baku pembuatan permen karet (Whitmore, 1972; Martawijaya et al, 1981).
     Seiring berjalannya waktu, potensi jenis jelutung di hutan-hutan alam diduga semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh penebangan pohon untuk dimanfaatkan kayunya, selain itu dikhawatirkan karena banyaknya pohon yang rusak atau mati akibat praktek penyadapan getah yang tidak sesuai dengan aturan. Sementara itu permudaan alam jenis jelutung ini sangat jarang terjadi, sedangkan budidayanya belum pernah dilakukan untuk menjaga kelestarian dan meningkatkan produksi baik getah maupun kayu jelutung. Oleh karena itu usaha budidaya pohon jelutung perlu dilakukan. Sebagai tahap awal dari upaya tersebut adalah pengadaan bibit yang berkualitas.
     Nitrogen adalah elemen penting bagi tanaman. Nitrogen merupakan unsur yang paling biasa digunakan dalam program pemupukan, karena jumlahnya yang diperlukan banyak (sebagai salah satu unsur makro), mobilitasnya dalam sistem tinggi, dan proporsi nitrogen total yang tersedia dalam tanah untuk digunakan tumbuhan kecil. Oleh karena itu, dalam prakteknya, nitrogen yang dibutuhkan tanaman banyak terpenuhi oleh pupuk anorganik. Namun pupuk anorganik dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan jika terakumulasi secara terus menerus sehingga penggunaan biofertilizer sangat dianjurkan untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik.
     Salah satu aplikasi dari penggunaan biofertilizer adalah aplikasi dari PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) pada rizosfir tanaman. PGPR dapat diartikan sebagai keanekaragaman bakteri yang sangat besar pada tanah dimana keberadaan bakteri-bakteri ini dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut (Werner 2003).
     Mikoriza merupakan hubungan yang saling menguntungkan antara cendawan dengan tumbuhan tinggi.
Berdasarkan penelitian Sitepu (2007) telah diidentifikasi sejumlah bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik dari hasil screening PGPR pada tanaman Dipterocarpaceae. Dari beberapa bakteri fiksasi nitrogen nonsimbiotik ini perlu dilakukan pengujian lebih lanjut, sehingga keefektifan dari isolat-isolat bakteri yang telah ditemukan tersebut dapat diketahui dengan jelas.

Bahan dan Metode 
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 - Mei 2009, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Kaca Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor.
Persiapan media semai dan media sapih
     Media semai yang digunakan untuk benih jelutung adalah campuran tanah, sekam, dan zeolit  dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Sebelum media digunakan, tanah dan pasir harus diayak terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan  dengan tujuan untuk mendapatkan butiran yang halus dan memisahkan kotoran dari media tersebut.

Persiapan semai
     Sebelum disemaikan buah jelutung dijemur kurang lebih selam 2 hari sampai buah merekah dan bijinya tampak. Setelah itu biji dibersihkan dari sayapnya dan ditabur dalam media kecambah yang telah dipersiapkan. Bak kecambah disiram secukupnya sesuai dengan kebutuhan untuk tetap menjaga kelembaban media perakaran.
Perbanyakan isolat bakteri
     Sebanyak 13 isolat bakteri diperbanyak dengan menggunakan media Nutrient Broth yang dibuat berkadar 10%. Kemudian Erlenmeyer yang berisi media Nutrient Broth dibungkus bagian lehernya dengan alumunium foil untuk disterilisasi dengan cara dimasukkan dalam autoclave dengan suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 20 menit. isolat bakteri yang sudah dimurnikan diinokulasikan ke dalam media Nutrient Broth dengan menggunakan jarum ose. Kegiatan ini dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet untuk menghindari kontaminasi. Media yang sudah diinokulasi bakteri kemudian diletakkan di atas shaker 80 rpm selama 48 jam. Pertumbuhan bakteri dapat diketahui dengan melihat keruhnya media Nutrient Broth pada Erlenmeyer.
Pembuatan larutan isolat bakteri
     Media cair hasil perbanyakan bakteri kemudian dituangkan ke dalam tabung Centrifuges. Setelah dituang, media cair hasil perbanyakan diendapkan dengan cara di centrifuge agar bakteri mengendap di dasar tabung. Tabung dicentrifuges dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit.
    Centrifuge dilakukan sebanyak tiga kali. Centrifuges pertama semua media cair sebanyak 50 ml dimasukkan dalam tabung sentrifuge. Untuk menyamakan berat, kerena dalam pemindahan kedalam tabung dimungkinkan terjadi tumpah, dapat ditambah dengan larutan NaCl 0,7%. Setelah 10 menit pertama cairan yang ada dalam tabung dibuang sehingga hanya ada endapan isolat bakteri saja. Setelah itu pada Centrifuges kedua endapan bakteri dicampur dengan larutan NaCl 0,7 % sebanyak 100 ml. Hal ini dilakukan sampai pada Ceentrifuges ketiga. Setelah Centrifuge ketiga selesai larutan NaCl dibuang, kemudian endapan isolat bakteri dilarutkan pada air steril sebanyak 100 ml dan dipindahkan pada tabung lain. Perlu dipastikan bahwa endapan bakteri larut semua dalam air steril. Kemudian untuk mengikat bakteri larutan diberi gelangam sebanyak 0,3 gr dan diaduk sampai rata.
Inokulasi mikoriza dan inokulasi bakteri
     Setelah inokulan mikoriza dan bakteri siap diinokulasikan, terlebih dahulu dilakukan penyiapan media sapih, dan penyapihan tanaman jelutung.
     Tanaman jelutung yang telah dicelupkan ke dalam air steril kemudian sesuai dengan perlakuan yang diberi bakteri, dicelupkan pada larutan bakteri yang telah disiapkan selama 30 menit. Perlu dipastikan akar dari tanaman jelutung terendam larutan bakteri. Setelah 30 menit tanaman jelutung dipindahkan dalam polybag yang telah diberi media sapih sesuai dengan label perlakuan pada polybag.
     Tanaman jelutung yang akan diberi perlakuan mikoriza, dimasukkan kedalam polybag yang telah diisi media. Kemudian pada lubang yang telah ditempatkan tanaman, diberi inokulum fungi mikoriza sesuai dengan jenis perlakuannya sebanyak 5 gr kemudian akar dalam lubang ditutup dengan media sapih dan dipadatkan.
Pemeliharaan
     Untuk pemeliharaan dilakukan penyiraman dengan air biasa sebanyak dua kali dalam sehari (pagi dan sore) tergantung kondisi media.
Pengamatan parameter dan pengumpulan data
Dalam pengamatan, parameter yang diamati adalah : (1) tinggi tanaman (2) diameter tanaman (3) pengukuran berat kering akar dan pucuk  (4) perhitungan IMB (Indeks Mutu Bibit) (5) persentase infeksi akar FMA  (6) analisis jaringan (N, P). Untuk pengamatan tinggi dan diameter dilakukan di rumah kaca, sedangkan untuk pengukuran biomassa dilakukan di laboratorium mikrobiologi Puslitbang Kehutanan, sedangkan analisis jaringan unsur N dan P dilakukan di laboratorium departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB.
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 42 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak sepuluh kali. Dengan demikian, jumlah total polybag pengamatan seluruhnya berjumlah 420 polybag.



Hasil
Tabel 1  Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan semai jelutung
Perameter
F Hitung
Bakteri
p
FMA
p
Interaksi
p
Tinggi (cm)
1,17
tn
12,23
*
1,35
tn
Diameter (cm)
0,54
tn
10,85
*
1,3
tn
Berat Kering Akar (gr)
1,38
tn
5,65
*
1,18
tn
Berat Kering Pucuk (gr)
2,72
*
3,68
*
1,76
*
Rasio pucuk-akar
3,52
*
15,83
*
0,1825
tn
Indeks Mutu Bibit
0,51
tn
1,05
tn
1,12
tn
CFU
3206,2
*



Unsur N (mg/tanaman)
2,3
*
7,27
*
3,72
*
Unsur P (mg/tanaman)
1,62
tn
7,15
*
3,45
*









Keterangan: tn : tidak nyata; * : nyata;  (p<0,05), pada selang kepercayaan 95%


Tinggi Semai
Tabel 2  Uji lanjut Duncan Pertambahan tinggi semai jelutung
Perlakuan
Rata-rata (cm)
Peningkatan terhadap Perlakuan tanpa FMA (%)
Glomus sp. (G1)
5,71a
18,95
Gigaspora sp. (G2)
5,36a
11,67
Tanpa FMA
4,80b
0
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Diameter Semai
Tabel 3  Uji lanjut Duncan Pertambahan diameter semai jelutung
Perlakuan
Rata-rata (cm)
Peningkatan terhadap Perlakuan tanpa FMA (%)
Glomus sp. (G1)
0,137a
16,16
Gigaspora sp. (G2)
0,136a
13,33
Tanpa FMA
0,120b
0
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.


Berat Kering Akar
Tabel 4  Uji lanjut Duncan berat kering akar
Perlakuan
Rata-rata (cm)
Peningkatan terhadap Perlakuan tanpa FMA (%)
Glomus sp. (G1)
0,489a
10,93
Gigaspora sp. (G2)
0,437b
-2,46
Tanpa FMA
0,448b
0
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Berat Kering Pucuk
Tabel  5   Uji lanjut Duncan Berat Kering Pucuk
Perlakuan
Berat Kering Pucuk (gr)
Peningkatan Terhadap Kontrol (%)
JW13 G1
0,586    a
36,28

JW1 G2
0,559  ab
30,00

JW6 G2
0,473 abc
10,00

CR.R1 G2
0,472 abc
9,77

CK32 G2
0,467 abc
8,60

JW14 G2
0,462 abc
7,44

FL.13.2.1 G2
0,443 abc
3,02

JW1 G1
0,436   bc
1,40

K
0,430  bc
0,00

NT G1
0,409   bc
-4,88

JW9 G2
0,408   bc
-5,12

JW6 G1
0,406   bc
-5,58

CK26 G2
0,405   bc
-5,81

SB G1
0,394     c
-8,37

CK4 G2
0,390     c
-9,30

JW13 G2
0,387     c
10,00

CK26G1
0,384     c
10,70

FL13.2.1 G1
0,364     c
15,35

JW9 G1
0,355     c
17,44

NT G2
0,355     c
17,44

CK4 G1
0,354     c
17,67

JW14 G1
0,350     c
18,60

CR.R1G1
0,348     c
19,07

JW3aG2
0,346     c
19,53

SB G2
0,330     c
23,26

CK32 G1
0,328  c
23,72

JW3a G1
0,321  c
25,35






Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Rasio Pucuk Akar
Tabel 6  Uji lanjut Duncan rasio pucuk akar semai jelutung
Perlakuan
Rata-rata
Peningkatan terhadap Perlakuan tanpa bakteri (%)
JW13
1,067   a
20,97
JW1
0,999  ab
13,26
FL13.2.1
CK4
K
JW14
JW6
CK32
NT
CK26
JW3a
SB
JW9
CR.R1
0,927  bc
0,923  bc
0,882 bcd
0,879 bcd
0,878 bcd
0,864 bcd
0,836  cd
0,817  cd
0,812  cd
0,808  cd
0,804  cd
0,762   d
5,1
4,64
0
-0,34
-0,45
-2,18
-5,21
-7,36
-7,93
-8,39
-8,84
-13,60
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 7  Uji lanjut Duncan rasio pucuk akar

Perlakuan
Rata-rata
Peningkatan terhadap Perlakuan tanpa FMA (%)
Glomus sp. (G1)
0,815b
-7,59
Gigaspora sp. (G2)
0,967a
14,16
Tanpa FMA
0,847b
0
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Indeks Mutu Bibit
Nilai Indeks Mutu Bibit (IMB) merupakan hasil interaksi antar parameter pertumbuhan (Tinggi, Diameter, Berat Kering Akar dan Berat Kering Pucuk). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 1), perlakuan inokulasi FMA, bakteri dan kombinasinya memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter IMB pada selang kepercayaan 95%.
Persentase Infeksi Akar
Pada parameter pengamatan persentase infeksi akar tidak dilakukan analisis sidik ragam karena hasil yang didapat dari seluruh perlakuan yang diberikan akar semai jelutung terkena infeksi mikoriza.
Analisis Jaringan N
Tabel 8  Uji lanjut Duncan ranalisis jaringan N semai jelutung
Perlakuan
Rata-rata (mg)
Peningkatan Terhadap Kontrol (%)
JW13 G1
1,12      a
69,59
JW1 G2
0,86      b
30,56
JW14 G2
0,80    bc
20,57
CK4 G2
0,75   bcd
13,16
NT G2
0,70  bcde
6,51
CR.R1 G2
0,70  bcde
5,14
CK32 G2
0,68  bcde
2,72
K
0,66 bcdef
0,00
JW6 G2
0,65 bcdef
-1,66
CK26 G2
0,59bcdefg
-10,74
FL13.2.1 G2
0,56 cdefg
-15,58
CK26 G1
0,55 cdefg
-16,34
SB G1
0,53 cdefg
-19,67
JW1 G1
0,53 cdefg
-20,12
SB G2
0,52 cdefg
-21,18
NT G1
0,52 cdefg
-21,48
CK32 G1
0,49  defg
-26,63
CK4 G1
0,48  defg
-27,23
JW9 G2
0,46  defg
-30,56
JW6 G1
0,46  defg
-30,86
JW3a G2
0,44   efg
-33,59
JW14 G1
0,43   efg
-34,64
JW13 G2
0,41   efg
-38,12
JW9 G1
0,40   efg
-38,88
JW3a G1
0,40   efg
-39,64
CR.R1 G1
0,36    fg
-45,23
FL.13.2.1 G1
0,33     g
-49,47

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

Analisis Jaringan P
Tabel  9 Uji lanjut Duncan analisis jaringan P
Perlakuan
Rata-rata (mg)
Peningkatan Terhadap Kontrol (%)
JW1 G2
0,13      a
42,05
JW13 G1
0,11     ab
21,59
FL13.2.1 G2
0,10    abc
18,18
JW14 G2
0,10   abcd
13,64
CK32 G2
0,10  abcde
7,95
CK26 G2
0,09 abcdef
3,41
CK4 G2
0,09 abcdef
3,41
K
0,09 abcdef
0,00
JW6 G2
0,08 bcdefg
-5,68
NT G2
0,07bcdefgh
-19,32
CK32 G1
0,07bcdefgh
-19,32
JW1 G1
0,07bcdefgh
-19,32
CR.R1 G2
0,07bcdefgh
-20,45
NT G1
0,07bcdefgh
-20,45
JW6 G1
0,07bcdefgh
-26,14
SB G1
0,06bcdefgh
-27,27
JW3a G2
0,06 cdefgh
-27,27
JW3a G1
0,06  defgh
-32,95
SB G2
0,06  defgh
-32,95
CK26 G1
0,06  defgh
-35,23
CK4 G1
0,06   efgh
-35,23
JW9 G1
0,06   efgh
-36,36
FL.13.2.1 G1
0,06   efgh
-36,36
JW9 G2
0,05   efgh
-39,77
CR.R1 G1
0,05    fgh
-42,05





JW14 G1
0,04     gh
        -50,00
JW13 G2
0,04      h
        -55,68



Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 90%.



Pembahasan
Pengaruh Inokulasi Bakteri terhadap Infeksi Mikoriza pada Semai Jelutung
     Salah satu parameter untuk menentukan tingkat keberhasilan simbiosis antara FMA dengan tanaman inang adalah adanya persentase infeksi mikoriza. Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari seluruh perlakuan yang diberikan, menunjukkan adanya infeksi mikoriza pada akar  semai jelutung yang ditandai dengan adanya vesikula. Adanya vesikula tidak hanya pada perlakuan mikoriza saja melainkan pada perlakuan tunggal bakteri dan perlakuan kontrol. Oleh karena itu tidak diperlukan lagi adanya analisis sidik ragam karena seluruh bagian akar terlihat adanya infeksi mikoriza. Hal ini diduga karena media sapih yang digunakan tidak steril, sehingga memungkinkan mikroorganisme lain juga terkandung dalam media tersebut. Seperti yang disebutkan bahwa rizosfir merupakan zona tanah yang dipengaruhi akar dan dapat mempunyai populasi organisme berlipat ganda lebih banyak dibandingkan dengan tanah yang tidak terpengaruh akar (Vancura  et al. 2000).
     Selain itu penyiraman yang dilakukan tidak menggunakan air steril sehingga dapat pula menyebabkan adanya kontaminasi. Hal ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Turjaman et al.(2006) bahwa kontrol pada semai Dyera polyphlla juga terinfeksi oleh FMA yang berasal dari jenis yang indigenous. Berdasarkan dari penelitian Turjaman et al.(2006) diketahui bahwa semai jelutung yang diinokulasi dengan FMA jenis Glomus clarum terinfeksi hampir 100% yaitu sebesar 93%, sehingga dapat diketahui bahwa semai jelutung memberikan respon yang bagus jika diinikulasi dengan FMA jenis Glomus sp.

Pengaruh Inokulasi FMA, Bakteri dan Kombinasinya terhadap Pertumbuhan Semai Jelutung
     Berdasarkan hasil penelitian, respon yang bervariasi ditunjukkan oleh pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Secara umum, perlakuan mikoriza dan bakteri memberikan respon yang baik terhadap parameter pertumbuhan semai jelutung. Hal  ini selaras dengan pernyataan bahwa di dalam rizosfir terjadi berbagai interaksi sinergisme maupun antagonisme. Salah satu interaksi di dalam rizosfir yang mendapat perhatian adalah interaksi antara FMA (simbiosis obligat) dengan bakteri yang hidup bebas di rizosfir (Rhizobakteria) (Pujiyanto 2001). Dari pernyataan tersebut selaras dengan hasil penelitian yang diketahui bahwa interaksi antara FMA dan bakteri yang hidup bebas di rizosfir bersifat sinergis, ditunjukkan oleh adanya peningkatan pertumbuhan dari semai jelutung.
    Bukman dan Brady (1969) dalam Suyono (2003) menambahkan bahwa bakteri dapat membantu pertumbuhan tanaman tingkat tinggi dengan baik, karena bakteri secara praktis dapat memegang monopoli tiga buah pokok transformasi enzim yaitu nitrifikasi, oksidasi sulfur dan fiksasi N. Selain itu bakteri dapat membantu pertumbuhan tanaman diantaranya dengan cara membantu penyediaan unsur hara penting bagi tanaman.  Disamping itu, terdapat beberapa bakteri yang merugikan tanaman inang. Hal ini diduga bahwa dalam jumlah banyak nutrisi yang dihasilkan oleh tanaman inang, dimanfaatkan  bakteri untuk pertumbuhannya. Bukman dan Brady (1982) dalam Suyono (2003) menyebutkan bahwa organisme tanah dapat merugikan tanaman tingkat tinggi diantaranya melalui persaingan untuk memperoleh hara yang tersedia. Organisme tanah biasanya memperoleh unsur hara lebih dulu, baru tanaman tingkat tinggi dapat mempergunakan yang masih tersisa. Pelczar et al. (1986) menambahkan bahwa bakteri tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap kondisi fisik di dalam lingkungannya. Untuk berhasilnya pembiakan berbagai tipe bakteri, dibutuhkan suatu kombinasi hara serta lingkungan fisik yang sesuai.
     Berdasarkan hasil penelitian, interaksi antara FMA dengan bakteri memberikan respon yang beragam dalam mempengaruhi pertumbuhan semai jelutung. Dari data yang menyajikan peningkatan pertumbuhan yang bernilai negatif terhadap kontrol menunjukkan bahwa terjadi penurunan pertumbuhan sehingga dapat diartikan perlakuan yang diberikan tidak efektif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak semua bakteri mampu bekerjasama dengan mikoriza. Hal ini diduga bahwa kinerja bakteri dengan mikoriza ada yang bersifat antagonis. Hal ini diduga karena terjadi persaingan dalam mendapatkan sumber nutrisi diantara keduanya. Sehingga, sangat memungkinkan kombinasi keduanya menghasilkan respon yang lebih rendah terhadap kontrol. Bukman dan Brady dalam Suyono (2003) menyatakan bahwa disamping persaingan antara mikroorganisme dan tanaman tingkat tinggi terdapat persaingan makanan yang hebat antara mikroorganisme itu sendiri.
Kesimpulan
     Berdasarkan dari hasil penelitian, diketahui pemberian tunggal mikoriza jenis Glomus sp. maupun dengan interaksinya dengan bakteri JW13 secara signifikan meningkatkan pertumbuhan semai jelutung. Inokulasi mikoriza jenis Glomus sp. meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 18,95% dan pertambahan diameter sebesar 16,16% dari perlakuan tanpa FMA. Perlakuan kombinasi antara bakteri JW 13 dan Glomus sp. meningkatkan berat kering pucuk sebesar 36,28% dan meningkatkan kandungan unsur hara N sebesar 69,59% terhadap control. Selain itu juga ditemukan interaksi mikoriza dan bakteri jenis JW1G2, JW13G1, JW14G2, CK32G2 memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan semai jelutung dan dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam aplikasi pupuk hayati.

Saran
1.     Pasangan mikroba yang sudah diketahui dalam penelitian ini mampu meningkatkan pertumbuhan semai jelutung, hendaknya diformulasikan untuk dijadikan sebagai alternatif dari pupuk hayati.
2.      Perlu dilakukan penelitian pada jenis tanaman yang berbeda untuk melihat respon interaksi antara mikoriza dengan bakteri rhizoplane dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman.
3.      Perlu dilakukan analisis yang lebih lengkap tentang kandungan hara dalam tanah.
4.      Hasil penelitian yang diperoleh perlu diujikan secara langsung di lapangan.

Ucapan Terima Kasih
     Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Irdika Mansur selaku pembimbing pertama dan Dr. Irnayuli R. Sitepu selaku pembimbing kedua. Penelitian ini didanai oleh APBN, Departemen Kehutanan dan Grant-in-aid for scientific research A (no. 19255016) to Dr. T. Inoue (Hokkaido University, Jepang). Selain itu penghargaan juga diberikan kepada Prof. Dr. Y. Hashidoko dari Hokkaido University, Jepang.
Daftar Pustaka
Barea et al. 1997. Interaction between plant-growth-promoting rhizobacteria (PGPR), arbuscular mycorrhizal fungi and Rhizobium spp. In the rhizosphere of Anthyllis cytisoides, a model legume for revegatation in mediterranean semi-arid ecosystems. New Phytologist 136, 667-677.
Sitepu I. 2007. Screening of plant growth-promoting rhizobacteria from Dipterocarpaceae plants growing in Indonesian tropical rain forest, and investigations of their functions on seedling growth [disertasi]. Sapporo: Hokkaido University.
Pelczar MJ and Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi (Terjemahan : Hadioetomo, R.S  dkk). Jakarta : UI Press.
Pujiyanto. 2001. Pemanfaatan  Jasad Mikro Cendawan Mikoriza dan Bakteri dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan di Indonesia : Tinjauan dari Perspektif Falsafah Sains. Bogor : Program Pasca Sarjana IPB.
Suyono. 2003. Pengaruh Inokulasi Bakteri dan Endomikoriza terhadap Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes falcataria). [Skripsi]. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Turjaman M, Tamai Y, Santoso E. 2006. Arbuscular mycorrhizal fungi increased early growth of two nontimber forest product species Dyera polyphylla and Aquilaria filarial under greenhouse condition. Mycorrhiza 16:456-464.
Vancura V, Kunc F. 2000. Soil Microbial Association. New York: Elsevier Science Publishing Company Inc.
Whitmore TC. 1972. Tree Flora of Malaya. Volume Two. Longman, London.
Werner. 2003. Plant Surface Microbiology. Berlin: Springer.

Written by:
1,2Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB; 3Laboratorium Mikrobiologi Hutan, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan Bogor



No comments:

Post a Comment